Musik Asik

Sabtu, 30 Maret 2013

Pemahaman Prinsip-prinsip Good Governance dan Undang-Undang Keterbukaan Informasi oleh Aparatur Pemerintah dan Masyarakat Demi Menyongsong Masa Depan yang Damai, Adil, Produktif, dan Bebas Korupsi di Aceh



Keberhasilan penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik sangat ditentukan oleh keterlibatan dan sinergi tiga aktor utama yaitu pemerintah, masyarakat, dan swasta. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, aparatur pemerintah merupakan salah satu aktor penting yang memegang kendali proses berlangsungnya good governance. Keterlibatan aparatur pemerintah dalam mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan sangat ditentukan oleh pemahaman terhadap konsep tata pemerintahan yang baik serta pengalamannya yang sangat baik dengan birokrasi dan manajemen birokrasi pemerintah”
           
Pengertian Good Governance

            Istilah good governance mulai mengemuka di Indonesia pada tahun 1990-an, seiring dengan interaksi antara pemerintah Indonesia dengan negara-negara luar dan lembaga-lembaga donor yang menyoroti kondisi objektif situasi perkembangan ekonomi dan politik dalam negera Indonesia. Ditinjau dari segi sistematik kebahasaan governance berarti tata kelola pemerintahan dan good governance bermakna tata kelola pemerintahan yang baik. Dimana dengan dimulai reformasi beberapa tahun lalu telah merambah hampir keseluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah aspek pemerintahan. Pada aspek ini, isu yang paling menonjol adalah tuntunan pembangunan sistem organisasi khususnya institusi pemerintah berbasis good governance dengan prinsip-prinsip efisien, efektif, terbuka, adil, bertanggungjawab dan dapat dipertanggungjawabkan. Salah satunya adalah reformasi birokrasi yang diarahkan pada upaya-upaya mencegah dan mempercepat pemberantasan korupsi, secara berkelanjutan, menciptakan tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa (good governance), pemerintah yang bersih (clean goverment), dan bebas KKN (Mardiasmo 2004:44).

            Krina (2003) menyatakan, good governance diartikan dengan tata pemerintahan yang baik dan berwibawa. Unsur-unsur pokok upaya perwujudan good governance ini adalah tuntunan keterbukaan (transparansi), peningkatan efisiensi disegala bidang (efficiency), tanggung jawab yang lebih jelas (responsibility), dan kewajaran (fairness). Di pihak lain, Asian Development Bank (dalam Krina 2003) menegaskan adanya konsensus umum bahwa good governance dilandasi oleh 4 pilar yaitu (1) accountability, (2) transparansi, (3) predictability, dan (4) participation.

            Penjelasan World Bank mengenai good governance yang dikutip Departemen Dalam Negeri (Depdagri, 2006) menyatakan bahwa good governance merupakan sesuatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan politik framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. Selanjutnya, World Bank juga mengungkapkan sejumlah karakteristik good governance adalah masyarakat sipil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi yang profesional dan aturan hukum.




Pentingnya Good Governance

            Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) merupakan masalah yang paling penting dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelanggaraan pemerintah yang baik adalah sejalan dengan meningkatkannya tingkat pengetahuan masyarakat disamping adanya pengaruh globalisasi.

Keberhasilan penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik sangat ditentukan oleh keterlibatan dan sinergi tiga aktor utama yaitu pemerintah, masyarakat, dan swasta. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, aparatur pemerintah merupakan salah satu aktor penting yang memegang kendali proses berlangsungnya good governance. Keterlibatan aparatur pemerintah dalam mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan sangat ditentukan oleh pemahaman terhadap konsep tata pemerintahan yang baik serta pengalamannya yang sangat baik dengan birokrasi dan manajemen birokrasi pemerintah.

Munculnya good governance tidak hanya menjadikan pemerintah sebagai lembaga, melainkan juga pemerintahan sebagai suatu proses yang multi arah, yang melibatkan elemen-elemen pengambilan kebijakan di luar pemerintah seperti masyarakat dan swasta. Dengan memaksimalkan peran dari ketiga elemen tersebut maka akan terwujud tata pemerintahan yang baik dan berbasis pada rakyat.

Governance dari sudut penyelenggara negara diartikan sebagai pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi, dan administratif untuk mengelola urusan-urusan bangsa, mengelola mekanisme, proses, dan hubungan yang kompleks antarwarga negara dan kelompok-kelompok yang mengartikulasikan kepentingannya (yang menghendaki agar hak dan kewajibannya terlaksana) dan menengahi atau memfasilitasi perbedaan-perbedaan di antara mereka (Mardiasmo, 2004:30). Terkait dengan hal itu semua, maka sudah sepatutnyalah setiap aparatur pemerintahan daerah memiliki pemahaman yang mencukupi tentang prinsip-prinsip good governance. Untuk mencapai tata pelaksanaan pemerintahan yang baik dibutuhkan adanya akuntabilitas, sistem transparansi, dan partisipasi publik yang akan berimplikasi terhadap peran, kinerja dan kualitas laporan keuangan yang dihasilkannya.

Namun, yang sering terjadi sekarang ini adalah tidak adanya transparansi dalam tata pelaksanaan pemerintah yang berjalan (www.serambinews.com pada tanggal 03 mei 2010). Walaupun sistem pemerintahan kita adalah sistem demokrasi yang menjunjung tinggi keterbukaan, musyawarah serta mufakat, tetapi yang terjadi saat ini banyak sekali ditemukan praktik nepotisme di dalamnya yang merugikan negara dan rakyat.

Prinsip-prinsip Good Governance

            Tata pemerintahan yang baik memiliki 14 (empat belas) karakteristik/ indikator sebagai berikut (Sekretariat Pengembangan Good Publik Governance, 2002)
a.       Tata pemerintahan yang berwawasan ke depan.
Wawasan ke depan mengandung pengertian adanya pemahaman mengenai permasalahan, tantangan dan potensi yang dimiliki oleh suatu unit pemerintahan, dan mampu merumuskan gagasan-gagasan dengan visi dan misi untuk perbaikan maupun pengembangan pelayanan dan menuangkannya dalam strategi pelaksanaan, rencana kebijakan dan program-program kerja ke depan berkaitan dengan bidang tugasnya.

b.      Tata pemerintahan yang bersifat terbuka.
Bersifat terbuka dalam penyelenggaraan pemerintahan di setiap tahap pengambilan keputusan dapat ditengarai dengan derajat aksesibilitas publik terhadap informasi terkait dengan suatu kebijakan publik. Setiap kebijakan publik termasuk kebijakan alokasi anggaran, pelaksanaannya maupun hasil-hasilnya mutlak harus diinformasikan kepada publik atau dapat diakses oleh publik selengkap-lengkapnya melalui berbagai media dan forum untuk mendapat respon.

c.       Tata pemerintahan yang cepat tanggap.
Kebutuhan akan karakteristik ini karena selalu adanya kemungkinan munculnya situasi yang tidak terduga atau adanya perubahan yang cepat dari kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik ataupun yang memerlukan suatu kebijakan. Karakteristik ini juga dibutuhkan karena tidak ada rancangan yang sempurna sehingga berbagai prosedur dan mekanisme baku dalam rangka pelayanan publik perlu segera disempurnakan atau diambil langkah-langkah penanganan segera. Bentuk kongkritnya dapat berupa tersedianya mekanisme pengaduan masyarakat sampai dengan adanya unit yang khusus menangani krisis, dan pengambilan keputusan serta tindak lanjutnya selalu dilakukan dengan cepat.

d.      Tata pemerintahan yang akuntabel.
Akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dituntut di semua tahap mulai dari penyusunan program kegiatan dalam rangka pelayanan publik, pembiayaan, pelaksanaan, dan evaluasinya, maupun hasil dan dampaknya. Akuntabilitas juga dituntut dalam hubungannya dengan masyarakat/publik, dengan instansi atau aparat di bawahnya maupun dengan instansi atau aparat di atas. Secara substansi, penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan pada sistem dan prosedur tertentu, memenuhi ketentuan perundangan, dapat diterima secara politis, berdasarkan pada metode dan teknik tertentu maupun nilai-nilai etika tertentu, serta dapat menerima konsekuensi bila keputusan yang diambil tidak tepat.

e.       Tata pemerintahan yang berdasarkan profesionalitas dan kompetensi.
Tata pemerintahan dengan karakteristik seperti ini akan tampak dari upaya-upaya mengorganisasikan kegiatan dengan cara mengisi posisi-posisi dengan aparat yang sesuai dengan kompetensi, termasuk di dalamnya kriteria jabatan dan mekanisme penempatannya. Disamping itu, terdapat upaya-upaya sistematis untuk mengembangkan profesionalitas sumber daya manusia yang dimiliki unit yang bersangkutan melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan.

f.       Tata pemerintahan yang menggunakan struktur dan sumber daya secara efisien dan efektif.
Upaya untuk menggunakan struktur dan sumber daya secara efisien dan efektif merupakan salah satu respon atas tuntutan akuntabilitas. Kinerja penyelenggaraan pemerintahan perlu secara terus menerus ditingkatkan dan dioptimalkan melalui pemanfaatan sumber daya dan organisasi yang efektif dan efisien, termasuk upaya-upaya berkoordinasi untuk menciptakan sinergi dengan berbagai pihak dan organisasi lain.

g.      Tata pemerintahan yang terdesentralisasi.
Tata pemerintahan yang memiliki karakteristik seperti ini tampak dari adanya pendelegasian wewenang sepenuhnya yang diberikan kepada aparat di bawahnya sehingga pengambilan keputusan dapat terjadi pada tingkat dibawah sesuai lingkup tugasnya. Pendelegasian wewenang tersebut semakin mendekatkan aparat pemerintah kepada masyarakat.

h.      Tata pemerintahan yang demokratis dan berorientasi pada konsensus.
Prinsip ini menjunjung tinggi penghormatan hak dan kewajiban pihak lain. Dalam suatu unit pemerintahan, pengambilan keputusan yang diambil melalui konsensus perlu dihormati.

i.        Tata pemerintahan yang mendorong partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat pada hakekatnya mengedepankan keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Tata pemerintahan yang mendorong kemitraan dengan swasta dan masyarakat Pemerintah dan masyarakat saling melengkapi dan mendukung (mutualisme) dalam penyediaan "public goods" dan pemberian pelayanan terhadap publik.

j.        Tata pemerintahan yang mendorong kemitraan dengan swasta dan masyarakat
Pemerintah dan masyarakat saling melengkapi dan mendukung (mutualisme) dalam penyediaan "public goods" dan pemberian pelayanan terhadap publik.

k.      Tata pemerintahan yang menjunjung supremasi hukum.
Tata pemerintahan dengan karakter seperti ini tampak dengan praktik-praktik  penyelenggaraan pemerintahan yang selalu mendasarkan diri pada ketentuan perundangan yang berlaku dalam setiap pengambilan keputusan, bersih dari unsur KKN dan pelanggaran HAM, serta ditegakkannya hukum terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan pelanggaran hukum.

l.        Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pengurangan kesenjangan.
Prinsip ini berpihak kepada kepentingan kelompok masyarakat yang tidak mampu dan tertinggal.

m.    Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pasar.
Prinsip ini menyatakan dibutuhkannya keterlibatan pemerintah dalam pemantapan mekanisme pasar.

n.      Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada lingkungan hidup .
Prinsip ini menegaskan keharusan setiap kegiatan pemerintahan dan pembangunan untuk memperhatikan aspek lingkungan termasuk melakukan analisis secara konsisten tentang dampak kegiatan pembangunan terhadap lingkungan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar