Musik Asik

Sabtu, 30 Maret 2013

Peran Pemerintah untuk Mewujudkan Keterbukaan Informasi yang Adil dan Merata



Menurut undang-undang keterbukaan informasi publik, ada tiga kategori informasi yang wajib disediakan dan diumumkan, yaitu informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, informasi yang wajib diumumkan secara serta merta, dan informasi yang wajib tersedia setiap saat.

Informasi yang wajib diumumkan secara berkala meliputi informasi yang berkaitan dengan badan publik, informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik yang terkait, informasi mengenai laporan keuangan dan informasi lainnya yang diatur oleh peraturan perundang-undangan.

Informasi yang wajib diumumkan serta merta meliputi informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.
Sedangkan. Informasi yang wajib tersedia setiap saat meliputi daftar seluruh informasi publik yang berada di bawah penguasaan badan publik terkait, hasil keputusan, seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukung, rencana kerja proyek badan publik, perjanjian badan publik dengan pihak ketiga, prosedur kerja pegawai badan publik yang terkait dengan pelayanan masyarakat, dan laporan mengenai pelayanan akses informasi publik.

Masyarakat Aceh pada umumnya menginginkan keterbukaan informasi dari pemerintah Aceh, misalnya terhadap hal-hal yang terkait dengan kehidupan mereka pribadi. Pembuatan KTP, Pengurusan Asuransi Kesehatan (JKA), dan persoalan penerimaan beasiswa dari PEMDA atau LPSDM merupakan hal yang seringkali membuat masyarakat kecewa. Hal ini terjadi karena seringkali infonya bermasalah, atau pelayanan yang kurang baik hingga berakibat buruk ketika masyarakat merasa tidak puas atas pelayanan atau informasi yang berbelit-belit yang diberikan oleh berbagai instansi terkait. Hingga terkadang tanpa peduli, masyarakat akan menyalahkan siapapun yang menurut mereka bersalah dalam hal tersebut. Masyarakat tidak mengetahui siapa sebenarnya yang salah. Hingga terkadang para pekerja di sektor publik tersebut marah-marah kepada masyarakat dan mereka mengeluarkan statemen bahwa mereka tidak tahu apa-apa dan ini merupakan tugas dari atasan kami. Lalu siapakah yang bisa mempertanggungjawabkan kasus seperti ini?

            Mengenai hal tersebut di atas, sudah sepantasnya semua jajaran pemerintahan mengetahui makna perundang-undangan yang telah diatur dan melaksanakan sebijak mungkin. Barangkali masih banyak yang tidak mengetahui akan kehadiran UU No.14 keterbukaan informasi yang telah lama dikeluarkan ini. Sebaiknya dilakukan sosialisasi kepada seluruh jajaran di setiap instansi publik untuk mempelajari dan memahami arti penting UU keterbukaan informasi tersebut serta batasan-batasan dalam keterbukaan informasi. Jangan sampai pekerja di badan publik/instansi belum mengetahui UU tersebut dan tidak memberi informasi kepada publik yang membutuhkan, mungkin dengan satu alasan bahwa mereka takut disalahkan nantinya. Dikhawatirkan masih sering terjadi sistem ”pimpong” pekerja/pegawai di instansi tertentu ketika ada masyarakat atau biasanya dari kaum akademisi yang memintai keterangan data atau laporan, tetapi tidak ada yang berani menyerahkan dan mengalihkan ke orang lain (pegawai lainnya di instansi/kantor tersebut). Begitu seterusnya. Hingga yang ingin memperoleh data merasa kebingungan dan canggung, akhirnya mereka pulang dengan perasaan penuh kekecewaan.

            Seharusnya, badan publik memiliki aturan khusus kepada masyarakat sebagai pemohon informasi publik dalam hal cara mengajukan permintaan informasi. Misalnya dengan membuat suatu sistem tertentu. Baiknya, ketika seseorang ingin bertanya, akan ada staf khusus yang melayani tentang informasi, artinya, siapapun yang datang untuk meminta informasi dapat langsung menanyakan kepada staf yang ditunjuk tersebut. Seperti yang termaktub dalam UU No. 14 Tahun 2008, yaitu Pasal 3, ayat1, huruf a : untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat dan  sederhana setiap 
Badan Publik menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).

            Selain itu, cara lain yang sangat efektif untuk menyebarkan informasi oleh badan publik adalah dengan membuat baliho/poster/slogan/spanduk besar dan dipasangkan di jalan atau dekat dengan rambu lalu lintas (lampu merah jalan) pada jalur yang sering dilewati banyak orang. Jika di Banda Aceh, jalur tersebut misalnya di Simpang Lima dan Simpang Lampriet. Hingga, ketika orang-orang berhenti di lampu merah persimpangan jalan, mereka dapat membaca informasi tersebut. Dengan cara seperti ini, informasi dengan mudah disebarkan dan badan publik akan mendapat citra positif dari masyarakat, kinerja badan publik pun terkontrol dan diharapkan sesuai dengan aturan dan jauh dari korupsi.

Peran Masyarakat dalam Memahami Undang-Undang Keterbukaan Informasi



Undang-undang keterbukaan informasi (UU No 14 Tahun 2008) seakan membawa angin segar bagi masyarakat. Kini masyarakat dapat menuntut pelaksanaan praktik pemerintahan yang bersifat akuntabel dan transparan. Walaupun tidak banyak yang menghiraukan hal ini, hanya beberapa saja dari kalangan tertentu yang memang membutuhkan data-data atay informasi yang misalnya dari sektor publik. Di Aceh, masyarakat biasa hanya mengharapkan ketenangan hidup dan bebas dari tekanan. Bisa pulang larut malam dengan selamat setelah berkumpul dengan teman-teman di warung kopi, itu merupakan suatu kedamaian tersendiri bagi rakyat Aceh yang dulu pernah mengalami keadaan konflik dan tidak nyaman.
            Meskipun UU No. 14 Telah disahkan pada Tahun 2008, tapi alangkah baiknya masyarakat lebih memahami arti dari keterbukaan yang dimaksud dalam UU tersebut. Tentu saja berkaitan dengan hak-hak masyarakat untuk mengetahui kinerja pemerintah, hak untuk ikut berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan oleh pemerintah, atau pun untuk mengetahui laporan mengenai data hasil keuangan (misalnya : laporan keuangan). Untuk membuat suatu penelitian studi di perkuliahan. Pemahaman yang baik mengenai UU ini sangat penting agar tidak terjadinya kesalahpahaman antara pihak pekerja sektor pemerintah/instansi tertentu dengan masyarakat. Karena, ada beberapa hal yang harus merujuk pada peraturan tertentu ketika masyarakat meminta transparansi/akuntabelnya suatu kinerja pemerintah.

            Dalam pasal 4 dijelaskan tentang hak masyarakat sebagai pemohon atau pengguna informasi publik untuk memperoleh, mengetahui, melihat, menghadiri, mendapatkan dan menyebarluaskan informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap permohonan informasi harus disertai dengan alasan yang jelas dan diajukan secara lisan maupun tertulis. Setiap informasi yang diperoleh oleh masyarakat harus dipergunakan dengan sebaik-baiknya menurut peraturan perundang-undangan.

Dalam pasal 6 dan 7 disebutkan hak dan kewajiban badan publik dalam menerima permintaan informasi yang diajukan oleh masyarakat pengguna informasi. Badan publik mempunyai hak untuk menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, informasi publik yang tidak dapat diberikan adalah :
Informasi yang DIKECUALIKAN (Pasal 17),
karena memiliki konsekuensi sebagai berikut:
Dapat menghambat proses penegakan hukum,
Dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
Dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara,
Dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
Dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional:
Dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri ;
Dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;
Dapat mengungkap rahasia pribadi (misal rekaman medik).
 Memorandum atau surat­surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;
Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang­Undang.

Selain yang tersebut di atas, tidak ada alasan bagi badan publik untuk menolak permintaan informasi dari masyarakat pengguna informasi publik. Oleh karenanya, badan publik harus bersikap terbuka terhadap masyarakat. Selain itu dalam UU ini diatur juga adanya sangsi pidana yang diberikan berkaitan dengan pemberian dan penggunaan informasi publik yang tertuang dalam pasal 51 sampai pasal 57 sebagai berikut :
-          Sengaja menggunakan informasi secara melawan hukum  dipidana 1 tahun penjara dan/atau denda maksimal 5 juta; (Pasal 51)
-          Sengaja tidak menyediakan informasi yang harus diumumkan berka-la,  tersedia setiap saat, dan serta merta yang mengakibatkan kerugian orang lain dipidana 1 tahun kurungan dan/atau denda maksimal 5 juta; (Pasal 52)
-          Sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, menghilangkan dokumen yang dilindungi negara dan/atau terkait dengan kepentingan umum dipidana 2 tahun penjara dan/atau denda maksimal 10 juta; (Pasal 53)
-          Sengaja dan tanpa hak mengakses/memperoleh/memberikan informasi yang dikecualikan dipidana 2 th penjara dan denda maksimal 10 juta serta 3 tahun penjara dan denda maksimal 20 juta untuk kerahasiaan pertahanan dan keamanan dan ketahanan ekonomi nasional; (Pasal 54)
-          Sengaja membuat informasi yang tidak benar atau menyesatkan yang mengakibatkan kerugian orang lain dipidana 1 tahun penjara dan/atau denda maksimal 5 juta; (Pasal 55)
-          Delik pidana dalam UU KIP adalah delik aduan.

Intinya adalah masyarakat pengguna informasi publik yang menyalahgunakan informasi tersebut maupun badan publik yang tidak mau memberikan informasi publik dikenai sangsi pidana penjara dan denda. Dengan demikian pemberian informasi dan penggunaannya harus dilakukan secara bertanggung jawab.

Undang-undang Keterbukaan Informasi Sebagai Pilar untuk Mewujudkan Transparansi dan Akuntabilitas Hingga Bebas Korupsi



Keterbukaan informasi sebenarnya telah ada sejak dulu, seperti yang tercantum dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Termasuk hak untuk mencari, memperoleh memiliki dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang ada.
           
            Atas dasar Undang-undang tersebut, kemudian dipertegas dengan munculnya Undang-Undang khusus tentang keterbukaan informasi, yaitu Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang mengatur lebih dalam tentang keterbukaan informasi dan transparansi penyelenggaraan negara sebagai salah satu wujud dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis.

Dalam bab 1 pasal 1 UU Nomor 14 Tahun 2008 dijelaskan bahwa informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna dan pesan baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat didengar dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik maupun non-elektronik. Sedang informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim dan/atau diterima oleh penyelenggara negara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan UU ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Badan publik adalah lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif dan badan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat atau bantuan luar negeri.

Dengan adanya UU no.14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi. Maka Fenomena yang dapat diamati dalam perkembangan sektor publik dewasa ini adalah semakin menguatnya tuntutan pelaksanaan secara akuntabilitas dan transparansi oleh masyarakat.FORMASI YANG WAJIB