Menurut undang-undang
keterbukaan informasi publik, ada tiga kategori informasi yang wajib disediakan
dan diumumkan, yaitu informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara
berkala, informasi yang wajib diumumkan secara serta merta, dan informasi yang
wajib tersedia setiap saat.
Informasi
yang wajib diumumkan secara berkala meliputi informasi yang berkaitan dengan
badan publik, informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik yang
terkait, informasi mengenai laporan keuangan dan informasi lainnya yang diatur
oleh peraturan perundang-undangan.
Informasi
yang wajib diumumkan serta merta meliputi informasi yang dapat mengancam hajat
hidup orang banyak dan ketertiban umum.
Sedangkan.
Informasi yang wajib tersedia setiap saat meliputi daftar seluruh informasi
publik yang berada di bawah penguasaan badan publik terkait, hasil keputusan,
seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukung, rencana kerja proyek
badan publik, perjanjian badan publik dengan pihak ketiga, prosedur kerja
pegawai badan publik yang terkait dengan pelayanan masyarakat, dan laporan
mengenai pelayanan akses informasi publik.
Masyarakat
Aceh pada umumnya menginginkan keterbukaan informasi dari pemerintah Aceh,
misalnya terhadap hal-hal yang terkait dengan kehidupan mereka pribadi.
Pembuatan KTP, Pengurusan Asuransi Kesehatan (JKA), dan persoalan penerimaan
beasiswa dari PEMDA atau LPSDM merupakan hal yang seringkali membuat masyarakat
kecewa. Hal ini terjadi karena seringkali infonya bermasalah, atau pelayanan
yang kurang baik hingga berakibat buruk ketika masyarakat merasa tidak puas
atas pelayanan atau informasi yang berbelit-belit yang diberikan oleh berbagai
instansi terkait. Hingga terkadang tanpa peduli, masyarakat akan menyalahkan
siapapun yang menurut mereka bersalah dalam hal tersebut. Masyarakat tidak
mengetahui siapa sebenarnya yang salah. Hingga terkadang para pekerja di sektor
publik tersebut marah-marah kepada masyarakat dan mereka mengeluarkan statemen
bahwa mereka tidak tahu apa-apa dan ini merupakan tugas dari atasan kami. Lalu
siapakah yang bisa mempertanggungjawabkan kasus seperti ini?
Mengenai hal tersebut di atas, sudah sepantasnya semua
jajaran pemerintahan mengetahui makna perundang-undangan yang telah diatur dan
melaksanakan sebijak mungkin. Barangkali masih banyak yang tidak mengetahui
akan kehadiran UU No.14 keterbukaan informasi yang telah lama dikeluarkan ini.
Sebaiknya dilakukan sosialisasi kepada seluruh jajaran di setiap instansi
publik untuk mempelajari dan memahami arti penting UU keterbukaan informasi
tersebut serta batasan-batasan dalam keterbukaan informasi. Jangan sampai
pekerja di badan publik/instansi belum mengetahui UU tersebut dan tidak memberi
informasi kepada publik yang membutuhkan, mungkin dengan satu alasan bahwa
mereka takut disalahkan nantinya. Dikhawatirkan masih sering terjadi sistem
”pimpong” pekerja/pegawai di
instansi tertentu ketika ada masyarakat atau biasanya dari kaum akademisi yang
memintai keterangan data atau laporan, tetapi tidak ada yang berani menyerahkan
dan mengalihkan ke orang lain (pegawai lainnya di instansi/kantor tersebut).
Begitu seterusnya. Hingga yang ingin memperoleh data merasa kebingungan dan
canggung, akhirnya mereka pulang dengan perasaan penuh kekecewaan.
Seharusnya, badan publik memiliki aturan khusus kepada
masyarakat sebagai pemohon informasi publik dalam hal cara mengajukan permintaan
informasi. Misalnya dengan membuat suatu sistem tertentu. Baiknya, ketika
seseorang ingin bertanya, akan ada staf khusus yang melayani tentang informasi,
artinya, siapapun yang datang untuk meminta informasi dapat langsung menanyakan
kepada staf yang ditunjuk tersebut. Seperti yang termaktub dalam UU No. 14 Tahun 2008, yaitu Pasal 3, ayat1, huruf a : untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat dan sederhana setiap
Badan Publik menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
Selain itu, cara lain yang sangat efektif untuk
menyebarkan informasi oleh badan publik adalah dengan membuat
baliho/poster/slogan/spanduk besar dan dipasangkan di jalan atau dekat dengan
rambu lalu lintas (lampu merah jalan) pada jalur yang sering dilewati banyak orang.
Jika di Banda Aceh, jalur tersebut misalnya di Simpang Lima dan Simpang
Lampriet. Hingga, ketika orang-orang berhenti di lampu merah persimpangan
jalan, mereka dapat membaca informasi tersebut. Dengan cara seperti ini,
informasi dengan mudah disebarkan dan badan publik akan mendapat citra positif
dari masyarakat, kinerja badan publik pun terkontrol dan diharapkan sesuai
dengan aturan dan jauh dari korupsi.