Berbagai kasus konservasi ramai
dibicarakan oleh publik. Permasalahan kelestarian hutan terus terjadi, misalnya
pembalakan liar, perambahan, kebakaran hutan, dan alih fungsi hutan. Bahkan
setiap harinya di Indonesia terjadi penggundulan hutan sebesar sekitar enam
lapangan sepak bola per menit. Bayangkan saja jika dikalkulasikan dalam satu
tahun. Walhi Aceh memprediksikan kerusakan hutan di Aceh berkisar antara 20.000
sampai 40.000 hektar per tahun. Hal ini sangat meresahkan jika terus dibiarkan
tanpa perhatian khusus untuk pengendalian dan pelestarian kembali hutan. Karena
hutan adalah jantung dunia dan merupakan penyumbang oksigen serta pengendali
emisi terbesar sehingga dikatakan “paru-paru dunia”.
Hutan
di Indonesia merupakan penyumbang konservasi kedua terbesar di dunia karena
memiliki ragam (biodiversitas) yang tinggi. Hutan di Indonesia memiliki fungsi
sebagai penunjang perkembangan penelitian, pendidikan dan ilmu pengetahuan,
disebabkan oleh berbagai penelitian yang dapat dilakukan di hutan dalam berbagai
ilmu untuk memperoleh kebenaran data. Tidak hanya itu, hutan juga bisa menjadi
tempat untuk pariwisata dan rekreasi. Hutan berperan penting bagi seluruh
makhluk hidup terkait dengan manfaat hutan yang bernilai tinggi untuk
kehidupan.
Taman
Nasional Gunung Leuser yang biasa
disingkat TNGL adalah salah satu kawasan pelestarian alam di Indonesia seluas
1.094.692 hektar yang secara administrasi pemerintahan terletak di dua Provinsi
Aceh dan Sumatera Utara. Provinsi Aceh yang terdeliniasi TNGL meliputi Kabupaten
Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh
Tamiang, sedangkan Provinsi Sumatera Utara yang terdeliniasi TNGL meliputi Kabupaten
Dairi, Karo dan Langkat. Taman nasional ini mengambil nama dari Gunung Leuser
yang menjulang tinggi dengan ketinggian 3404 meter di atas permukaan laut di
Aceh. Taman nasional ini meliputi ekosistem asli dari pantai sampai pegunungan
tinggi yang diliputi oleh hutan lebat khas hujan tropis, dikelola dengan sistem
zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya (perikanan, pertanian dan perkebunan), pariwisata, dan
rekreasi. Taman nasional gunung leuser juga memiliki koleksi fauna terbanyak
di
kawasan Asia. Ekosistem ini merupakan rumah bagi 105 spesies mamalia, 382
spesies burung, dan setidaknya 95 spesies reptil dan amfibi (54% dari fauna
terestrial Sumatera). Hutan ini dianggap sebagai tempat terakhir di Asia
Tenggara yang memiliki ukuran dan kualitas yang cukup untuk mempertahankan
populasi spesies-spesies langka, termasuk harimau sumatera, orangutan sumatra,
badak sumatra, gajah sumatera, dan macan tutul.
Tidak
hanya itu, TNGL juga memiliki banyak fungsi ekologis. Salah satu fungsi yang
paling penting adalah untuk penyerapan karbon. Diperkirakan sekitar 1,5 milyar
ton karbon terkandung di hutan ini. Dengan melindungi hutan ini dan tiga
kawasan rawa gambut yang terletak di bagian barat kawasan ekosistem leuser,
maka dapat mengurangi peningkatan CO2 di atmosfer bumi dan dapat mencegah
pemanasan global sehingga hal ini menjadi perhatian dunia.
Diterimanya
Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera ke daftar Situs Warisan Dunia pada tahun
2004, membuat Taman Nasional Gunung Leuser juga masuk dalam daftar Situs
Warisan Dunia oleh UNESCO, bersama dengan Taman Nasional Kerinci Seblat dan
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Atas dasar legalitas pengukuhan ini,
dikeluarkan berbagai peraturan tentang kehutanan, seperti Undang Undang No.11 Pasal
150 tahun 2006, menyatakan : Pemerintah (Indonesia) bersedia untuk memberikan
kewenangan kepada Pemerintah Aceh di dalam mengelola Ekosistem Leuser yang
terdapat di wilayah Aceh serta melindungi, menjaga, melestarikan,
merehabilitasi fungsi wilayah dan memanfaatkan dengan sebaik baiknya. Berkaitan
dengan hal ini, maka pengelolaan yang selama ini di laksanakan oleh pemerintah
pusat telah ditugaskan kepada Badan Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser
(BPKEL).
Namun, meskipun TNGL
memiliki manfaat dan nilai yang sangat penting dalam skala lokal dan global,
banyak tantangan yang terjadi dalam proses pengelolaan TNGL. Pemerintah sering
menghadapi permasalahan dalam hal konservasi, konversi, dan pemanfaatan hutan
yang berlebihan sehingga hutan menjadi alih fungsi, misalnya untuk lahan
perkebunan. Padahal, banyak yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk mengelola
Taman Nasional Gunung Leuser dengan baik.
Hutan merupakan “paru-paru” dunia dan memiliki urgensi yang sangat tinggi terhadap kehidupan seluruh makhluk hidup. Keberadaan hutan dapat memberikan kesejahteraan, terutama bagi manusia. Hutan dapat menunjang perekonomian dan memberikan kenyamanan pada keadaan iklim dan lingkungan tempat kita tinggal. Taman Nasional Gunung Leuser adalah situs warisan dunia yang kaya akan biodiversitas. Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat terutama yang berada di antara TNGL (Aceh dan Sumatera) seyogyanya memahami akan hal itu dan senantiasa menjaga kelestarian hutan dan lingkungan hidup dengan semua kegiatan yang bersahabat dengan alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar